Selasa, 12 November 2013

Satimisme dalam Kehidupan Manusia

Satimisme dalam Kehidupan Manusia
Rachmat Utomo          095200138
Kelas E\2009

Karya Penyair Soim Anwar, merupakan sebuah imaji yang penuh kata-kata indah yang dituangkan dalam sebongkah antologi cerpen. Penggunaan intonasi, keserasian kata, gaya bahasa yang tidak hiperbola, dan inti cerita yang selalu menyinggung kaum bawah berdebat dan bertikai dalam lingkungannya, salah satunya berjudul “Berhala di Hutan Kayu”. Cerpen  “Berhala di Hutan Kayu”, bersifat satimisme. Kata “satimisme” merupakan penggabungakan lairan satirisme dan impresionalisme. Satirisme merupakan karya sastra yang menimmbulkan cemooh, nista, atau perasaan muak terhadap penyalahgunaan dan kebodohan manusia serta pranata; tujuannya untuk mengoreksi penyelewengan dengan jalan mencetuskan kemarahan dan tawa bercampur dengan kecaman dan ketajaman. Sedangkan impresionalisme merupakan aliran dalam bidang seni sastra, seni lukis, seni musik yang lebih mengutamakan kesan tentang suatu objek yang diamanati dari wujud objek itu sendiri.
Cerpen “Berhala di Hutan Kayu”, merupakan salah satu bukti budaya buruk manusia yang ditinggalkan kaum atheis di era modern ini, menyembah sebuah patung, menganggap patung sebagai tuhan. Sebagai kutipan berikut ini:
“Patung sosok perempuan itu berdiri menjulang. Rambutnya panjang mengurai. Telapak kakinya menumpu di pelataran beton, sementara kedua tangan membuka seperti tengah  menyambut orang yang akan memeluknya. Bagian-bagian tubuh patung itu tergambar dngan detail. Tanpa ada yang disembunyikan. Di tengah kota yang menengah, parting itu justru hadir tanpa busana sesobek apapapun”. Hlm. 18

Dari kutipan di atas, patung merupakan suatu objek yang diperdebatkan oleh kaum penyembah patung dan muslim. Objek patung inilah yang akan dijadikan suatu cemoh oleh kaum muslim, karena dianggap sudah menistakan agama islam.
            Aliran satimisme yang bersifat negatif, jika dibiarkan maka akan menjadi paham baru yang dapat merusak bangsa seperti mental, sikap, tutur kata, dan sebagainya. Oleh karena itu, kaum muslim merencanakan untuk membongkar patung tersebut. Sebagai kutipan sebagai berikut:
““Semakain bernafsu kalian merebut benda ini, saya akan semakin berusaha keras mempertahankan,” Pak Teis, sambil tersenyum, menggegemgam kapaknya makin erat. Dia menoleh ke kiri kanan, dilemparkannya kapak itu ke udara, kemudian ditangkapnya kembali dengan tangan kiri seperti hendak mempertontonkan kepiawainannya.”
Kutipan di atas, menandakan bahwa aliran satimisme negatif, sudah menyalahi kodrat yang diberikan oleh Allah. Dengan kaum muslim, kaum satimisme negatif dianggap harus dibubarkan karena sudah mencoreng nama Allah.
Disamping itu, kaum muslim, terus berusaha untuk mengahancurkan patung tersebut. Salah satu kutipan satimisme positif, sebagai berikut:
“Kaliab jangan coba-coba mencemari budaya dan moral bangsa kami. Kami adalah Bumi Putra. Kalian agen imperialis yang menyebarkan virus budaya dan seks. Kalian menghancurkan peradaban! Nilai-nilai budaya kalian rusak. Maka jadilah kalian budak kebebasan yang tak berperadaban!”
Kutipan di atas, merupakan semangat atau motivasi positif yang diberikan oleh kaum muslim yang sepertinya sudah tua, yang ditujukkan kepada kaum muda yang beraliran satisme negatife.
            Di sisi lain, aliran satimisme memprofokasi dengan kata-kata bijak yang tentunya bersifat negatif bagi kaum muslim. Sebgai kutipan berikut ini:
“Kau adalah kaum pembenci tubuh. Kau telah melakukan pembungkamman tubuh sehingga mau membungkus rapat dari pandagan khalayak dengan jubah tata karma dan social. Ini yang membuat kebebasa tubuh menjadi rikuh!” Bihat kembali menuding Pak Teis.  Ujung jarinya bergetar.”
Kutipan di atas, merupakan hinaan yang ditujukkan kepada kaum muslim. Dari kutipan tersebut, psikologi aliran satimisme sudah berubah menjadi negatif. Apa yang dipikirkan bahwa patung perempuan tersebut mnerupakan hamba sayahaya, yang patut disembah. Namun, dengan kesigapan kaum muslim, akhirya patung tersebut dipindahkan ke sebuah kolam “katanya”.

Kritik dan Esai Sastra
Cerpen :  Berhala di Hutan Kayu


Tidak ada komentar:

Posting Komentar