Satimisme dalam Kehidupan Manusia
Rachmat Utomo 095200138
Kelas E\2009
Karya Penyair Soim
Anwar, merupakan sebuah imaji yang penuh kata-kata indah yang dituangkan dalam
sebongkah antologi cerpen. Penggunaan intonasi, keserasian kata, gaya bahasa
yang tidak hiperbola, dan inti cerita yang selalu menyinggung kaum bawah
berdebat dan bertikai dalam lingkungannya, salah satunya berjudul “Berhala di
Hutan Kayu”. Cerpen “Berhala di Hutan
Kayu”, bersifat satimisme. Kata “satimisme” merupakan penggabungakan lairan
satirisme dan impresionalisme. Satirisme merupakan karya sastra yang
menimmbulkan cemooh, nista, atau perasaan muak terhadap penyalahgunaan dan
kebodohan manusia serta pranata; tujuannya untuk mengoreksi penyelewengan
dengan jalan mencetuskan kemarahan dan tawa bercampur dengan kecaman dan
ketajaman. Sedangkan impresionalisme merupakan aliran dalam bidang seni sastra,
seni lukis, seni musik yang lebih mengutamakan kesan tentang suatu objek yang
diamanati dari wujud objek itu sendiri.
Cerpen “Berhala di
Hutan Kayu”, merupakan salah satu bukti budaya buruk manusia yang ditinggalkan
kaum atheis di era modern ini, menyembah sebuah patung, menganggap patung
sebagai tuhan. Sebagai kutipan berikut ini:
“Patung
sosok perempuan itu berdiri menjulang. Rambutnya panjang mengurai. Telapak
kakinya menumpu di pelataran beton, sementara kedua tangan membuka seperti
tengah menyambut orang yang akan
memeluknya. Bagian-bagian tubuh patung itu tergambar dngan detail. Tanpa ada
yang disembunyikan. Di tengah kota yang menengah, parting itu justru hadir
tanpa busana sesobek apapapun”. Hlm. 18
Dari kutipan di atas, patung merupakan
suatu objek yang diperdebatkan oleh kaum penyembah patung dan muslim. Objek
patung inilah yang akan dijadikan suatu cemoh oleh kaum muslim, karena dianggap
sudah menistakan agama islam.
Aliran
satimisme yang bersifat negatif, jika dibiarkan maka akan menjadi paham baru
yang dapat merusak bangsa seperti mental, sikap, tutur kata, dan sebagainya.
Oleh karena itu, kaum muslim merencanakan untuk membongkar patung tersebut.
Sebagai kutipan sebagai berikut:
““Semakain
bernafsu kalian merebut benda ini, saya akan semakin berusaha keras
mempertahankan,” Pak Teis, sambil tersenyum, menggegemgam kapaknya makin erat.
Dia menoleh ke kiri kanan, dilemparkannya kapak itu ke udara, kemudian
ditangkapnya kembali dengan tangan kiri seperti hendak mempertontonkan
kepiawainannya.”
Kutipan di atas, menandakan bahwa aliran
satimisme negatif, sudah menyalahi kodrat yang diberikan oleh Allah. Dengan
kaum muslim, kaum satimisme negatif dianggap harus dibubarkan karena sudah
mencoreng nama Allah.
Disamping itu, kaum
muslim, terus berusaha untuk mengahancurkan patung tersebut. Salah satu kutipan
satimisme positif, sebagai berikut:
“Kaliab
jangan coba-coba mencemari budaya dan moral bangsa kami. Kami adalah Bumi
Putra. Kalian agen imperialis yang menyebarkan virus budaya dan seks. Kalian
menghancurkan peradaban! Nilai-nilai budaya kalian rusak. Maka jadilah kalian
budak kebebasan yang tak berperadaban!”
Kutipan di atas, merupakan semangat atau
motivasi positif yang diberikan oleh kaum muslim yang sepertinya sudah tua,
yang ditujukkan kepada kaum muda yang beraliran satisme negatife.
Di
sisi lain, aliran satimisme memprofokasi dengan kata-kata bijak yang tentunya
bersifat negatif bagi kaum muslim. Sebgai kutipan berikut ini:
“Kau
adalah kaum pembenci tubuh. Kau telah melakukan pembungkamman tubuh sehingga
mau membungkus rapat dari pandagan khalayak dengan jubah tata karma dan social.
Ini yang membuat kebebasa tubuh menjadi rikuh!” Bihat kembali menuding Pak
Teis. Ujung jarinya bergetar.”
Kutipan di atas, merupakan hinaan yang
ditujukkan kepada kaum muslim. Dari kutipan tersebut, psikologi aliran
satimisme sudah berubah menjadi negatif. Apa yang dipikirkan bahwa patung
perempuan tersebut mnerupakan hamba sayahaya, yang patut disembah. Namun,
dengan kesigapan kaum muslim, akhirya patung tersebut dipindahkan ke sebuah
kolam “katanya”.
Kritik dan Esai Sastra
Cerpen : Berhala di Hutan Kayu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar