LANDASAN
TEORI
1.
Tindak
Tutur
Teori tindak tutur
bermula pada karya buku Austin dan Searle (dalam Ibrahim 1993:108). Bertolak
dari pendapat tersebut, buku How to do
things with word (bagaimana melakukan sesuatu dengan kata-kata) dengan
pengarang Austin dan Searle yang
menyajikan makalah-makalah tindak tutur.
Dari
pendapat di atas, Ibrahim (1993:109) menguraikan definisi tindak tutur, tindak
tutur adalah suatu tuturan yang berfungsi pikologis dan sosial di luar wacana
yang sedang terjadi. Definisi Ibrahim terdapat perbedaan dengan Yule (2006:82)
tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat tuturan. Dengan
demikian, dapat disimpulkan tindak tutur memiliki fungsi piskologis dan sosial
saat berkomunikasi dan sebagai sarana untuk melakukan sesuatu melalui
tindakan-tindakan yang diucapkan lewat lisan.
Berkenaan dengan tindak tutur, terdapat tindak tutur yang
beragam sebagai berikut ini: Austin (dalam Rani, 2010:160-163) membagi tindak
tutur, yaitu tindak lokusi (lotionary act), tindak ilokusi (illocutionary act),
dan tindak perlokusi (perlocutionary act). Bertolak dari pendapat di atas, diuraikan
sebagai berikut:
a. Tindak
Lokusi
Tindak lokusi merupakan tindak yang menyatakan
sesuatu tetapi tindak tersebut tindak menuntut pertanggung jawaban dari lawan
tutur. Sebagai tindak tutur dalam
kalimat berikut: Ia mengatakan kepada saya, “Jangan lagi ganggu dia”. Pada kalimat tersebut merupakan tuturan
lokusi, penutur menggunakan kalimat deklaratif, penutur menyatakan sesuatu dengan lengkap pada saat
ia ingin menyampaikan informasi kepada lawan tutur.
b.
Tindak Ilokusi
Tindak ilokusi memiliki maksud sebaliknya dari
tindak lokusi. Tindak ilokusi merupakan tindak yang mengatakan sesuatu dengan
maksud isi tuturan untuk meminta pertanggungjawaban dari penutur. Sebagai
tindak tutur dalam kalimat berikut: Besok
saya tunggu di kampus A gedung A1.
Pada kalimat tersebut yaitu “Besok saya tunggu” merupakan tuturan ilokusi,
penutur menggunakan peryataan berjanji kepada lawan tutur. Peryataan berjanji
tersebut meminta pertanggungjawab penutur akan tindakan yang akan datang kepada
lawan tutur.
c.
Tindak Perlokusi
Tindak perlokusi adalah tindak yang mempengaruhi
kondisi psikologis lawan tutur agar menuruti keinginan penutur. Sebagai tindak
tutur dalam kalimat berikut: Maaf,
saya sangat sibuk. Kalimat tersebut merupakan tuturan perlokusi, penutur
mempengaruhi kondisi lawan tutur dengan menggunakan peryataan memberi maaf
yaitu pada kata “maaf”. Kata “maaf” dituturkan penutur agar lawan tutur
mengerti akan kondisi penutur bahwa ia sangat sibuk, sehingga tidak bisa
diganggu.
Berbeda dengan Austin,
Searle (dalam Leech, 2011:163-166) berpendapat membagi tindak tutur ilokusi
berdasarkan berbagai criteria, yaitu asertif, direktif, komisisf, ekspresif,
dan deklaratif. Bertolak dari pendapat tersebut jenis ilokusi dapat diuraikan
sebagai berikut:
a.
Asertif
Tindak tutur yang terikat akan kebenaran proposisi
yang dituturkan, seperti, menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh,
mengemukakan pendapat, melaporkan.
b.
Direktif
Tindak tutur yang menghasilkan suatu efek yang
dituturkan oleh penutur, seperti memesan, memerintah, memohon, menuntut,
memberi nasihat.
c.
Komisif
Tindak tutur yang terikat pada tindakan di masa yang
akan datang, seperti menjanjikan, menawarkan, berkaul.
d.
Ekspresif
Tindak tutur tersebut terikat akan suatu tuturan
yang mengutarakan sikap psikologis secara tersirat, seperti, mengucapkan terima
kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, memuji, mengucapkan
belangsungkawa, dan sebagainya.
e.
Deklaratif
Tindak tutur tersebut merupakan tindak yang terikat
aka nisi proposisi dengan keadaan aslinya, benar atau salah, seperti mengundurkan
diri, membabtis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman,
mengucilkan/membuang, mengangkat (pegawai), dan sebagainya.
Selain pendapat Austin
dan Searle, Wijana (1996:29-36) mengklasifikasikan tindak tutur, yaitu tindak
tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung, tindak tutur literal dan tindak
tutur tidak literal, tindak tutur langsung literal, tindak tutur tidak langsung
literal, tindak tutur langsung tidak literal, tindak tutur tidak langsung tidak
literal dan interaksi berbagai jenis tindak tutur. Secara garis besar
kategori-kategori wijana, sebagai berikut:
a.
Tindak tutur langsung dan tindak tutur
tidak langsung
Berdasarkan modusnya, kalimat dibedakan menjadi
kalimat berita (deklaratif) dengan tuturan langsung memberitahukan dan tidak
langsung menyuruh, kalimat tanya (interogratif) dengan tuturan langsung
bertanya dan tidak langsung menyuruh , dan kalimat perintah (imperatif) dengan
tuturan langsung memerintah. Sebagai tindak tutur dalam kalimat berikut: Rachmat cuci sepeda motor itu!. Pada
tuturan tersebut, penutur menggunakan kalimat perintah langsung kepada lawan
tutur. Kalimat perintah dalam tuturan tersebut di tandai dengan tanda seru (!)
yang berfungsi sebagai tanda perintah.
b.
Tindak tutur literal dan tindak tutur
tidak literal
Tindak tutur literal (literal speech act) adalah
tindak tutur yang memiliki maksudnya sama dengan isi tuturan yang sama,
sedangkan tindak tutur tidak literal (nonliteral speech act) adalah tindak
tutur yang memiliki maksudnya tidak sama atau berlawanan dengan isi tuturan.
Sebagai tindak tutur dalam kalimat berikut:
1) Tulisanmu
sangat bagus.
2) Tulisanmu
sangat bagus, (tak usah menulis saja.)
Kalimat 1) bila diutarakan untuk maksud memuji atau
mengangumi tulisan yang dibicarakan, merupakan tindak tutur literal, sedangkan
kalimat 2) karena penutur memaksudkan bahwa tulisan lawan tuturnya tidak bagus
dengan mengatakan tak usah menulis saja,
merupakan tindak tutur tidak literal.
c. Interaksi
berbagai jenis tindak tutur
Bila tindak tutur langsung dan tidak langsung
disinggungkan (diinterseksikan) dengan tindak tutur literal dan tindak tutur
tidak literal, akan didapatkan tindak tutur-tindak tutur sebagai berikut:
1) Tindak
tutur langsung literal
Tindak tutur langsung literal (direct literal speech
act) adalah tindak tutur antara maksud dengan isi yang diutarakan sama. Sebagai
tindak tutur dalam kalimat berikut: Orang itu sangat mencintai Ibunya. Tuturan tersebut dimaksudkan untuk
memberitahukan bahwa orang yang dibicarakan benar-benar mencintai Ibunya.
a)
Tindak tutur tidak langsung literal
Tindak tutur tidak langsung literal (indirect literal speech act) adalah
tindak tutur yang tidak sesuai maksud, tapi kata-kata yang diucapkan sama.
Sebagai tindak tutur dalam kalimat berikut: Mobilnya kotor. Dalam tuturan tersebut tidak hanya mengandung
informasi, tetapi terkandung maksud memerintah yang diungkapkan secara tidak
langsung dengan kalimat berita.
b)
Tindak tutur langsung tidak literal
Tindak tutur langsung tidak literal (direct
nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang memiliki maksud sesuai dengan
isi kalimat, namun tidak didampingi kata-kata yang sesuai. Sebagai tindak tutur
dalam kalimat berikut: Lukisanmu bagus, kok.
Tindak tutur langsung tidak literal penutur dalam kalimat tersebut menggunakan
kata kok memaksudkan bahwa lukisan
lawan tuturnya tidak bagus.
c)
Tindak tutur tidak langsung tidak
literal
Tindak tutur tidak langsung tidak literal (indirect
nonliteral speect act) adalah tindak tutur yang memiliki makna yang tidak
sesuai dengan maksud tuturan. Sebagai tindak tutur dalam kalimat berikut:
Mobilnya bersih sekali. Tindak tutur
tersebut menggunakan kata sekali
memaksudkan bahwa mobilnya sebenarnya bukan bersih, tetapi kotor sekali.
2. Pragmatik
Linguistik sebagai cabang ilmu kajian
bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang itu di antaranya adalah
fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik, dan sebagainya.
Seperti yang
diungkapkan di atas, linguistik memiliki berbagi cabang. Di antara cabang
tersebut memiliki hubungan yang menelaah tentang makna-makna satuan lingual
yaitu semantik dan pragmatik. Hal itu didukung oleh Wijana (2006:2) berpendapat
semantik mempelajari makna secara internal, sedangkan pragmatik mempelajari
makna secara eksternal. Bertolak dari pendapat Leech (dalam Wijana, 1996:4),
yaitu kehadiran pragmatik hanyalah tahap terakhir dari perkembangan lingustik
yang berangsur-angsur, mulai dari disiplin ilmu yang mengenai data fisik
tuturan menjadi disiplin ilmu yang sangat luas bersangkutan dengan bentuk,
makna, dan konteks.
Dalam hal ini, beberapa
pakar mendefinisikan pragmatik. Pragmatik merupakan menelaah ucapan-ucapan
khusus dalam situasi-situasi khusus dan memusatkan perhatian pada aneka ragam
cara yang merupakan wadah aneka konteks sosial.
Wijana (1996:1), berpendapat pragmatik adalah cabang ilmu
bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana
satuan kebahasaan itu digunakan di dalam komunikasi. Berbeda dengan Wijana, Yule (2006:5), mengungkapkan
bahwa: pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk linguistik
dan pemakai bentuk-bentuk itu.
Dari kedua pendapat di atas, Levinson (dalam Tarigan,
2009:31), mengunkapkan definisi pragmatik
lebih detail, yaitu telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang
merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa, dengan kata
lain telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta penyerasian
kalimat-kalimat dan konteks secara tepat.
Pandangan-pandangan tersebut seyogyanya memiliki arti yang sama, bahwa
pragmatik adalah bidang linguistik yang mengkaji telaah tuturan bahasa dari
segi makna. Sejalan dengan pendapat di atas, pragmatik mengkaji tentang tuturan
bahasa. Dengan demikian pragmatik sangat erat dengan tindak tutur. Tuturan
tersebut memiliki makna, maksud atau tujuan, sehingga perlu dikaji dengan
bidang pragmatik.
Daftar Pustaka
Ibrahim, Syukur Abd. 1993. Kajian Tindak Tutur. Surabaya: Usaha
Nasional.
Leech, Geofrrey.
2011. Prinsip-prinsip Pragmatik.
Jakarta: Universitas Indonesia.
Prastowo, Andi.
2011. Memahami Metode-Metode Penelitian.
Yogyakarta. Ar-Ruzz Media.
Rani, Abdul, Bustanul Arifin dan
Martutik. 2010. Analisis Wacana: Sebuah
Kajian Bahasa dalam Pemakaian. Malang: Bayumedia Publishing.
Sudaryanto.
1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis
Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta:
Duta Wacana University Press.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan
R & D. Bandung: Afabeta.
Tarigan, Henry
Guntur. 2009. Pengajaran Pragmatik.
Bandung: Angkasa Bandung.
Wijana, I Dewa
Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik.
Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Yule, George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bet365 Casino Review | Honest Review by DrmCD
BalasHapusThe website is easy 삼척 출장샵 to navigate and uses 구미 출장안마 very simple. 계룡 출장샵 It has a large number of games available, which includes slot 이천 출장마사지 games, 익산 출장마사지 live dealer games, and Rating: 5 · Review by DrmCD