Jumat, 07 Juni 2013

Ketika Realisme Berubah Menjadi Budaya Naturalisme dalam Sajak Palsu


Ketika Realisme Berubah Menjadi Budaya Naturalisme dalam Sajak Palsu
Karya Agus R. Sarjono

Oleh
Rachmat Utomo          095200138

Membaca sajak palsu karya Agus R. Sarjono, kita akan dihadapkan pada dunia imaji yang bersifat nyata, namun menampilkan peristiwa yang miris untuk dipahami. Dalam sajak palsu karyan Agus R. Sarjono, unsur realisme dan naturalisme sudah dapat ditebak di baris pertama sampai ketiga, meskipun secara keseluruan juga menggambarkan unsur tersebut.
Selamat pagi pak, selamat pagi bu, ucap anak sekolah
dengan sapaan palsu. Lalu merekapun belajar
sejarah palsu dari buku-buku palsu. Di akhir sekolah

Dari baris pertama sampai ketiga tidak lain adalah menggambarkan suasana antara realisme dan naturalisme. Realisme dapat dikatakan menggambarkan suatu objek nyata yang mengarah kepada hal positif. Sedangkan naturalisme dapat dikatakan memiliki maksud sebaliknya dari realisme, yaitu menggambarkan suatu objek nyata yang mengarah kepada hal negatif. Dari baris pertama sampai ketiga, jika dilihat dari segi suasana tempat terlihat tutur antara murid dan guru. Namun dalam kenyataananya si murid melakukan unsur naturalisme dan guru realisme. Dalam hal ini, si murid menguntungkan diri sendiri dan merugikan si guru, sehingga kemerosotan moral terjadi kepada si murid, karena beriskap palsu kepada guru. Berbeda dengan bagian baris ketiga sampai keduabelas.
sejarah palsu dari buku-buku palsu. Di akhir sekolah
mereka terpengaruh melihat hamparan nilai mereka
yang palsu. Karena tak cukup nilai, maka berdatanglah
mereka ke rumah-rumah bapak dan ibu guru
untuk menyerhakan amplop berisi perhatian
dan rasa hormat palsu. Sambil tersipu palsu
dan membuat tolakan-tolakan palsu, akhirnya pak guru
dan bu guru terima juga amplop itu sambil berjanji palsu
untuk mengubah nilai-nilai palsu dengan
nilai-nilai palsu yang baru. Masa sekolah
Pada baris ketiga sampai keduabelas, unsur reaslime dikalahkan oleh naturalisme. Maksudya sama-sama menujunkkan kemerotasn moral atau kebobrokan yang dilakukan oleh si murid dan guru dalam kejadian nyata. Dalam hal ini, pengarang menggambarkan sosok guru juga pernah melakukan unsur naturalisme terhadap muridnya, dengan memberikan nilai palsu dan menerima uang suap dari muridnya.
Selanjutnya, dalam sajak palsu karya Agus R. Sarjono menggambarkan masa depan yang bersifat negatif. Dampak negatif dilakukan oleh seseorang yang sudah berbuat curang dari awal, sehingga sifat tersebut tidak bisa dihilangkan dikarenakan seseorang tersebut terasa puas dan berhasil terhadap apa yang dilakukan. Hal itu terlihat pada baris ketigabelas sampai ketiga delapan.
nilai-nilai palsu yang baru. Masa sekolah
demi masa sekolah berlalu, mereka lahir
sebagai ekonom-ekonom palsu, ahli hukum palsu,
ahli pertanian palsu, insinyur palsu.
Sebagian menjadi guru, ilmuwan
atau seniman palsu. Dengan gairah tinggi
mereka menghamburkan ke tengah pembangunan palsu
dengan ekonomi palsu sebagai panglima
palsu. Mereka saksikan
Ramainya perniagaan palsu dengan ekspor
dan impor palsu yang mengirim dan mendatangkan
berbagai barang kelontong kualitas palsu.
Dan bank-bank palsu dengan giat menawarkan bonus
dan hadiah-hadiah palsu tapi diam-diam meminjam juga
pinjaman dnegan ijin dan surat palsu kepada bank negri
yang dijaga pejabat-pejabat palsu. Masyarakatpun berniaga
dengan uang palsu yang dijamin devisa palsu. Maka
uang-uang asing menggertak dengan kurs palsu
sehingga semua blingsatan dan terperosok krisis
yang meruntuhkan pemerintahan palsu ke dalam
nasib buruk palsu. Lalu orang-orang palsu
meneriakkan kegembiraan palsu dan mendebatkan
gagasan-gagasan palsu di tengah seminar
dan dialog-dialog palsu manyambut tibanya
demokrasi palsu yang berkibar-kibar begitu nyaring
dan palsu.
1998
Pada baris di atas, unsur realisme sudah tidak terjadi lagi, karena unsur dominan naturalisme lebih menjadi-jadi. Unsur tersebut disebabkan sifat manusia yang merasa kurang puas, rasa takut yang berlebihan, sehingga melakukan sesuatu yang buruk untuk kepentingan diri sendiri. Pengarang menggambarkan setiap elemen tokoh atau sebuah perusahaan dalam sajak palsu yang mencerminkan naturalisme, seperti ahli ekonom, hukum, pertanian, guru, ilmuan, insiyur, bank, pejabat dan lain sebagainya, memiliki sifat naturalisme.
Suatu kenyataan yang tak dapat dihindari bahwa, jika unsur realisme menjadi budaya naturalisme yang sudah memfosil dari kecil hingga dewasa akan sulit dihilangkan, hal itu yang terlihat dalam sajak palsu karya Agus R. Sarjono. Budaya naturalisme tersebut akan menyebabakan kemerosotan moral, kebobrokan masyarakat, yang disebabkan oleh manusia yang sering berbuat curang kepada alam semesta ini, yang sebenarnya akan menimbulkan keburukan terhadap diri sendiri. Oleh karena itu, fenomena alam yang nyata ini terjadi karena kekutan alam itu sendiri yang tidak bisa ditampung oleh setiap manusia, sehingga menyebbkan budaya naturalisme.

Sumber Sajak Palsu: http://agusrsarjono.wordpress.com/2007/02/13/sajak-palsu/
kritik_esai_sajak-palsu.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar