(Hlm. 147-157)
Oleh: Rachmat Utomo
Elegi Perjalanan Suparjan
Paket mayat merupakan
pengiriman paket yang berliku-liku, maksudya keluarga korban dibelit-belikan
dengan segala urusan mengenai pengiriman paket tersebut. TKI merupakan momok
bagi Negara Indonesia yang sampai saat ini para pekerja terlunta-lunta di negri
orang. Sama halya dengan salah satu pekerja TKI di Malaysia bernama Suparjan
yang dituangkan dalam sebuah cerpen berjudul “Paket Mayat” karya Soim Anwar.
Suparjan merupakan
pekerja illegal, maksudya hidupnya sering diombang-ambing ketidak pastian,
dikerjar-kejar polisi berkulit hitam tak kenal lelah. Semakin melawan bisa-bisa
dikelurkan senjata kecil bersuara tajam ke arah Suparjan. Kemudian ia di seret
dan di ujung-ujungya dimasukan ke dalam peti. Dalam hal ini, memang susah
menjadi TKI yang berkerja di luar negri, terutama bagi TKI yang memilih jalan
pekerja illegal. Hal itu disebabkan bobroknya pengurusan TKI di Negri sendiri,
seperti pungutan liar, terlalu lama pengiriman ke luar Negri, mungkin karena
inilah Suparjan memilih pekerja illegal.
Keluarga Suparjanpun
menunggu di bandara untuk memulangkan peti mayatk ke kampung halamannya. Sudah
9 bulan Suparjan bekerja di Malaysia, namun berujung kematian. Padahal dulu
sudah disarankan masuk ke jalur resmi, malah memilih jalur gelap yang justru
sebelum masuk ke tempat tujuan terdapat penderitaan, seperti berenang,
mengendap-endap di bibir pantai, menunggu sindikat pekerja liar, sampai diperas
oleh supir taksi. Dari cerita di atas, mungkin Suparjan dirasa menyesal memilih
jalur pekerja illegal. Suparjan tidak mendegarkan kata kakak iparnya yang
memilih jalur resmi.
Setelah perjuangan
keras Suparjan, ia diterima jadi kuli
proyek bangunan Hotel Seri Malaysia. Namun, tidak membuat pekerja illegal
tersebut aman, jika sepi di tempat bangunan tersebut, para pegawai lari
berhamburan dari kerajaran polisi, dan masalah simpang siur gaji yang dikorupsi
oleh sesama warga Negara sendiri. Seperti dalam kutipan: Brodin, Roji dan Kajil
adalah contohnya. Mereka tega membawa lari uang jerih payah para pekerja”.
Korupsi memang tidak bisa terlelakkan, jika seseorang lemah imanya maka segala
hal yang negatif akan tetap dilaksanakan. Tidak hanya ketiga mandor tersebut,
bahkan pejabat atau pegawai yang mengurusi TKI mungkin juga melakukan hal sama,
sehingga selalu menyesengsarakan pekerjanya.
Sebulan telah berlalu,
kabar duka meyelimuti adik ipar Suparjan. Dikabarkan “Suparjan kecelakaan dan
meninggal”. Jika ditanya mengenai kecelakaan yang menimpa Suparjan, mereka
hanya menggelengkan kepala. Inilah ironis dari TKI di luar negri, mereka takut
berkata, jika berkata takut dipenjara. Setelah kematian Suparjan, gajinya belum
dibayar, ditambah lagi pengurusan pemulangan jenazah yang berliku. Adik ipar
Suprjanpun was-was dengan peti jenazah yang tidak tanpa dimasukan ke dalam pesawat,
padahal calon penumpang disuruh masuk ke dalam pesawat untuk landing ke Juanda. Setibanya di Juanda,
adik ipar Suparjan hanya bisa merenung melihat penderitaan tenaga kerja
Indonesia yang hidupya terombang-ambing di luar negri. Semoga ketika pulang
dari TKI tidak menjadi paket mayat. Inilah sekilas cerita salah satu penderita
pekerja TKI, tak heran pekerjannya sengsara karena PJKI mempunyai motto:
Pejabatnya harus kaya, pekerjanya harus merana, semangat 45.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar