Jumat, 07 Juni 2013

kritik dan esai air mata anakku


Nama                     : Rachmat Utomo
NIM                      : 095200138
Kelas/angkatan      : E/2009
Matkul                   : Kritik dan Esai Sastra

Lima Kali Lolos, Satu kali Tidak Lulus

            Sebagai warga yang baik dan bijak, seharusnya memberikan etika yang baik. Hal tersebut, rupa-rupanya tidak berlaku bagi Ayah dari Santi, salah satu anak terakhirnya. Sudah menjadi kebiasaan, Ayah Santi bersifat buruk, seperti benalu yang semakin menjadi-jadi hingga tak tau malu. Semasa mudanya, ia tidak pandai dalam pelajaran sekolah, sering bolos, bahkan ketika ujian akhir, ia di bantu oleh teman dan gurunya agar dia dapat LOLOS. Alhasil, ia LOLOS dari ujian akhir sekolah.
Hebatnya Ayah Santi yang saat mudah itu, jalan menuju kemaksiatan seperti tidak ada hambatan sama sekali, (entah ia berdoa apa kepada Tuhanya). Lebih parahnya lagi, keburukan tersebut di bawa hingga mencari pekerjaan. Setelah LOLOS, ia melamar menjadi pegawai negri sipil, dengan embel-embel bantuan dari kepala kantor yang tidak lain adalah kenalan Ayahnya, teryata ia lolos lagi dan diterima menjadi pegawai negri.
Setelah diterima menjadi pegawai negri, teryata untuk mendapatkan golongan III, ia harus kuliah. Nah, lagi-lagi ia LOLOS dengan nilai sempurnya. Kuliah hanya 2 tahun, masuk sabtu dan minggu terkadang ia jarang masuk, bahkan saat skripsipun yang membuatnya adalah dosennya sendiri. Sekali lagi mottonya “ada uang semua beres”. Terbukti ia LOLOS dan mendapatkan gelar S1.
Teryata golongan III tidak membuatnya puas, ia ingin mendapatkan golongan IV-b. Syaratnya untuk mendapatkanya, harus membuat lima karya ilmiah. Lagi-lagi ia LOLOS dengan mudahnya, dengan mottonya “ada uang semua beres”. Ia membayar orang dalam untuk dibuatkan karya ilmiah. Alhasil, ia LOLOS dan mendapatkan gelar tersebut.
Mendapatkankan gelar IV-b teryata masih belum puas, ia ingin menduduki kursi sebagai ketua. Mottonya sekarang sudah mulai bertambah, yaitu “ada uang semua beres, ada dukun pasti LOLOS”. Setelah curhat dengan Mbah Suryo, ia menukar tempat duduknya dengan milik tempat duduk ketua. Alhasil, ketua tersebut lengser kemudian diganti oleh Ayah Santi.
Kali ini, Ayah Santi sudah mulai was-was, gossip-gosip sudah disebarkan oleh mantan ketua Bu Endang dan banyak anak buahnya yang minta untuk naik pangkat. Ia mulai tak tenang, jabatanya sekarang sudah menjadi kepala, mengatikan Pak Mandori. Anak-anaknya meminta kendaraan, seperti Randi, Dian, dan Santi. Satu hal yang menarik dari Ayah Santi, seburuk-buruk apapun ia, ia tidak lupa tentang pelajaran sejarah.
Semasa, pensiunan Ayah Santi, ia dijaga oleh Santi anaknya. Setiap hari ia pergi ke luar rumah dengan alasan “ngantor” padahal hanya jalan-jalan di depan kantor. Suatu saat ia tidak LULUS pergi ke kantor. Santi tiba-tiba demam, alhasil ia tidak jadi pergi. Mungkin, dengan kejadian tersebut, ia sadar dan dimasa-masa hidupnya semoga ia menanamkan dihati kata “LULUS” bukan “LOLOS”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar